1. Definisi protein
Protein (akar kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838.
Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang memiliki gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (-NH2). Dalam biokimia seringkali pengertiannya dipersempit : keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama(disebut atom C "alfa" atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam bentuk larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino mampu menjadi zwitter-ion. Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein.
Struktur asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, dari residue) atau disebut juga gugus atau rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya.
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838.
Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang memiliki gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (-NH2). Dalam biokimia seringkali pengertiannya dipersempit : keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama(disebut atom C "alfa" atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam bentuk larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino mampu menjadi zwitter-ion. Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein.
Struktur asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, dari residue) atau disebut juga gugus atau rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya.
2. Fungsi Protein
Fungsi Protein Protein mempunyai bermacam-macam fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai enzim, zat pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, alat pengangkut, dan lain-lain.
Sebagai Enzim Hampir semua reaksi biologis dipercepat atau dibantu oleh enzim. Komponen terbesar enzim adalah protein.
- Alat Pengangkut dan Alat Penyimpan Banyak molekul dengan BM kecil serta beberapa ion dapat diangkut atau dipindahkan oleh protein-protein tertentu. Misalnya hemoglobin mengangkut eritrosit,mioglobin mengangkut oksigen dalam otot. Ion besi diangkut dalam plasma darah oleh transferin .
- Pengatur Pergerakan Gerakan otot terjadi karena adanya dua molekul protein yang saling bergeseran. Pergerakan flagela sperma disebabkan oleh protein.
- Penunjang Mekanis Kekuatan dan daya tahan robek kulit dan tulang disebabkan adanya kolagen, suatu protein berbentuk bulat panjang dan mudah membentuk serabut.
- Pertahanan Tubuh / Imunisasi Pertahanan tubuh biasanya dalam bentuk antibodi, yaitu suatu protein khusus yang dapat mengenal dan menempel atau mengikat benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh seperti virus, bakteria, dan sel-sel asing lain. Protein ini pandai sekali membedakan benda-benda yang menjadi anggota tubuh dengan benda-benda asing. Media Perambatan Impuls Syaraf Protein yang mempunyai fungsi ini biasanya berbentuk reseptor, misalnya rodopsin, suatu protein yang bertindak sebagai reseptor penerima warna atau cahaya pada sel-sel mata. Pengendalian Pertumbuhan Protein ini bekerja sebagai reseptor (dalam bakteri) yang dapat mempengaruhi fungsi bagian-bagian DNA yang mengatur sifat dan karakter bahan.
3. Analisa protein
Penentuan Kadar Protein Total
3.1. Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun 1883 oleh pembuat bir bernama Johann Kjeldahl.
Makanan didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen yang dapat ditentukan
kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian dihitung dari
kadar nitrogen dalam sampel.
Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun dengan modifikasi
untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran yang lebih akurat. Metode ini masih
merupakan metode standart untuk penentuan kadar protein. Karena metode Kjeldahl tidak
menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung
kadar protein total dan kadar nitrogen.
Faktor konversi 6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein) digunakan untuk
banyak jenis makanan, namun angka ini hanya nilai rata-rata, tiap protein mempunyai faktor
konversi yang berbeda tergantung komposisi asam aminonya. Metode Kjeldahl terdiri dari
tiga langkah : digesti, netralisasi dan titrasi.
Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun 1883 oleh pembuat bir bernama Johann Kjeldahl.
Makanan didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen yang dapat ditentukan
kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian dihitung dari
kadar nitrogen dalam sampel.
Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun dengan modifikasi
untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran yang lebih akurat. Metode ini masih
merupakan metode standart untuk penentuan kadar protein. Karena metode Kjeldahl tidak
menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung
kadar protein total dan kadar nitrogen.
Faktor konversi 6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein) digunakan untuk
banyak jenis makanan, namun angka ini hanya nilai rata-rata, tiap protein mempunyai faktor
konversi yang berbeda tergantung komposisi asam aminonya. Metode Kjeldahl terdiri dari
tiga langkah : digesti, netralisasi dan titrasi.
3.1.1. Prinsip
a. Digestion
Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digesti dan didigesti dengan pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai oksidator yang dapat mendigesti makanan), natrium sulfat anhidrat (untuk mempercepat tercapainya titik didih) dan katalis seperti tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium (untuk mempercepat reaksi).Digesti mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang dalam bentuk nitrat atau nitrit)menjadi amonia, sedangkan unsur oganik lain menjadi CO2 dan H2O. Gas amonia tidak
dilepaskan ke dalam larutan asam karena berada dalam bentuk ion amonium (NH4+) yang terikat dengan ion sulfat (SO42-) sehingga yang berada dalam larutan adalah :
a. Digestion
Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digesti dan didigesti dengan pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai oksidator yang dapat mendigesti makanan), natrium sulfat anhidrat (untuk mempercepat tercapainya titik didih) dan katalis seperti tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium (untuk mempercepat reaksi).Digesti mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang dalam bentuk nitrat atau nitrit)menjadi amonia, sedangkan unsur oganik lain menjadi CO2 dan H2O. Gas amonia tidak
dilepaskan ke dalam larutan asam karena berada dalam bentuk ion amonium (NH4+) yang terikat dengan ion sulfat (SO42-) sehingga yang berada dalam larutan adalah :
N(makanan) (NH4)2SO4 (1)
b.
Netralisasi
Setelah
proses digesti sempurna, labu digesti dihubungkan dengan labu penerima (receiving
flask) melalui sebuah tabung. Larutan dalam labu digesti dibasakan dengan penambahanNaOH, yang mengubah amonium sulfat
menjadi gas amonia :
(NH4)2SO4 + 2 NaOH 2 NH3
+ 2 H2O + Na2SO4 (2)
Gas
amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah keluar dari labu
digesti masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat berlebih. Rendahnya pH larutan
di labu penerima mengubah gas amonia menjadi ion amonium serta mengubah asam
borat menjadi ion borat:
NH3 + H3BO3 NH4+ + H2BO3- (3)
c.
Titrasi
Kandungan
nitrogen diestimasi dengan titrasi ion amonium borat yang terbentuk dengan asam
sulfat atau asam hidroklorida standar, menggunakan indikator yang sesuai untuk menentukan
titik akhir titrasi.
H2BO3- + H+ H3BO3 (4)
Kadar
ion hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi
setara
dengan
kadar nitrogen dalam sampel makanan (persamaan 3).
Persamaan
berikut dapat digunakan untuk menentukan kadar nitrogen dalam mg sampel menggunakan
larutan HCl xM untuk titrasi.
Dimana
vs dan vb adalah volume titrasi sampel dan blanko, 14g adalah berat molekul
untuk nitrogen N. Penetapan blanko biasanya dilakukan pada saat yang sama
dengan sampel untuk memperhitungkan nitrogen residual yang dapat mempengaruhi
hasil analisis. Setelah kadar nitrogen ditentukan, dikonversi menjadi kadar
proteind dengan faktor konversi yang sesuai :
%
Protein = F x %N.
3.1.2.
Keuntungan dan Kerugian
a.
Keuntungan :
•
Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan metode
standar dibanding metode lain.
•
Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat
metode ini
banyak
digunakan untuk penetapan kadar protein.
b.
Kerugian :
•
Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua
nitrogen
dalam makanan bersumber dari protein.
•
Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan
residu asam amino yang berbeda.
•
Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa
katalis.
•
Teknik ini membutuhkan waktu lama.
4.2.
Metode Dumas Termodifikasi
Akhir-akhir
ini, teknik instrumen otomastis telah berkembang dengan kemampuan penentuan kadar
protein dalam sampel dengan cepat. Teknik ini berdasarkan metode yang dikembangkan
oleh Dumas lebih dari 1,5 abad yang lalu, dan mulai berkompetisi dengan metode
Kjeldahl sebagai metode standart penentuan kadar protein karena lebih cepat.
4.2.1.
Prinsip Umum
Sampel
dengan massa tertentu dipanaskan dalam tangas pada suhu tinggi (sekitar 900 oC)
dengan adanya oksigen. Cara ini akan melepaskan CO2, H2O dan N2. Gas CO2 dan H2O
dipisahkan dengan melewatkan gas pada kolom khusus untuk menyerapnya. Kandungan
nitrogen kemudian dihitung dengan melewatkan sisa gas melalui kolom dengan detector
konduktivitas termal pada ujungnya. Kolom ini akan membantu memisahkan nitrogen
dari sisa CO2 dan H2O. Alat dikalibrasi dengan senyawa analis yang murni dan
telah diketahui jumlah nitrogennya, seperti EDTA (= 9,59 %N). Dengan demikian
sinyal dari detektor dapat dikonversi menjadi kadar nitrogen. Dengan metode
Kjeldahl diperlukan konversi nitrogen dalam sampel menjadi kadar protein,
tergantung susunan asam amino protein.
4.2.2.
Keuntungan dan kerugian
a.
Keuntungan :
•
Jauh lebih cepat dari pada metode Kjeldahl (di bawah 4 menit per pengukuran,
dibandingkan
dengan 1-2 jam pada Kjeldahl).
•
Metode ini tidak menggunakan senyawa kimia atau katalis toksik.
•
Banyak sampel dapat diukur secara otomatis.
•
Mudah digunakan.
b.
Kerugian :
•
Mahal.
•
Tidak memberikan ukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua nitrogen dalam
makanan
berasal dari protein.
•
Protein yang berbeda membutuhkan faktor koreksi yang berbeda karena susunan
asam amino yang berbeda.
•
Ukuran sampel yang kecil menyulitkan mendapatkan sampel yang representatif.
5.3.
Metode Spektroskopi UV-visible
Sejumlah
metode telah ditemukan untuk pengukuran kadar protein berdasarkan spektroskopi
UV-visible.
Metode ini berdasarkan kemampuan protein menyerap (atau membaurkan)
cahaya
di daerah UV-visible. Atau secara kimiawi atau fisik memodifikasi protein untuk
membuatnya
menyerap (atau membaurkan) cahaya di daerah UV-visible. Prinsip dasar di balik
masing-masing uji ini serupa.
Pertama-tama,
semua serapan kurva kalibrasi (atau turbiditas) vs kadar protein disiapkan menggunakan
satu seri larutan protein yang sudah diketahui kadarnya. Serapan (atau turbiditas)
larutan yang dianalisis kemudan diukur pada panjang gelombang yang sama, dan kadar
protein ditentukan dari kurva kalibrasi. Perbedaan utama pengujian ini adalah
gugus fungsi yang berperan untuk absorbsi atau pembiasan radiasi elektromagnetik,
misalnya ikatan peptida, rantai samping aromatis, gugus inti dan agregat
protein.
Sejumlah
metode UV-visibe untuk penetapan kadar protein sebagi berikut :
5.3.1.
Prinsip
a.
Pengukuran langsung pada 280nm.
Tryptophan
dan tyrosine mengabsorbsi kuat cahaya uv pada 280 nm. Kandungan tryptophan dan
tyrosine berbagai protein umumnya konstan sehingga serapan larutan protein pada
280 nm dapat digunakan untuk menentukan kadarnya.
Keuntungan
metode ini karena sederhana untuk dilakukan, non-destruktif, dan tidak
dibutuhkan
reagen khusus.
Kerugian
utama : asam nukleat juga mengabsorbi kuat pada 280 nm dan sehingga
mengganggu
pengukuran protein jika ada dalam kadar yang bermakna. Namun demikian, metode
ini telah berkembang untuk mengatasi masalah ini, antara lain :
dengan
pengukuran serapan pada dua panjang gelombang yang berbeda.
b.
Metode Biuret
Warna
violet akan terbentuk bila ion cupri (Cu2+) berinteraksi dengan ikatan peptide dalam
suasana basa. Reagen biuret, yang mengandung semua bahan kimia yang diperlukan
untuk analisis sudah tersedia di pasaran. Reagen ini dicampurkan dengan larutan
protein, didiamkan 15-30 menit, kemudian diukur serapannya pada 540 nm.
Keuntungan
utama dari teknik ini adalah tidak adanya gangguan dari senyawa yang
menyerap
pada panjang gelombang yang lebih rendah. Teknik ini kurang sensitive terhadap jenis
protein karena absorpsi yang terjadi melibatkan ikatan peptida yang ada di
semua protein, bukan pada gugus samping spesifik.
c.
Metode Lowry
Metode
Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin Ciocalteauphenol)
yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi ini menghasilkan
warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm, tergantung sensitivitas
yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan
untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar di sekitar
750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah.
Metode ini lebih sensitif untuk protein dengan konsentrasi rendah dibanding
metode biuret.
d.
Metode pengikatan pewarna
Pewarna
dengan muatan negatif (anionik) ditambahkan dalam jumlah berlebih pada larutan protein
yang pH nya telah disesuaikan sehingga protein menjadi bermuatan positif
(misalnya dibuat di bawah titik isoelektrik). Protein membentuk kompleks tak
larut dengan pewarna karena interaksi elektrostatik antar molekul, tapi masih
tersisa pewarna tak terikat yang larut. Pewarna anionik berikatan dengan gugus
kationik dari residu asam amino basa (histidine, arganine dan lysine) dan pada
gugus asam amino bebas di ujung. Jumlah pewarna tak terikat yang tersisa
setelah kompleks protein-pewarna dipisahkan (misalnya dengan sentrifugasi) ditentukan
dengan pengukuran serapan. Jumlah protein yang ada di larutan awal berhubungan dengan
jumlah pewarna yang terikat :
[Pewarnaterikat]
= [Pewarnaawal] - [Pewarnabebas]
e.
Metode Turbimetri
Molekul
protein yang umumnya laruta dapat dibuat mengendap dengan penambahan senyawa kimia
tertentu, seperti asam trikloroasetat. Pengendapan protein menyebabkan larutan menjadi
keruh, sehingga konsentrasi protein dapat ditentukan dengan mengukur derajat kekeruhan
(turbiditas).
5.3.2.
Keuntungan dan kerugian
Keuntungan
:
Teknik
UV-visible merupakan teknik yang cepat dan sederhana, serta sensitif terhadap
protein
dengan konsentrasi rendah.
Kerugian
:
Sebagian
besar teknik UV-visible memerlukan larutan yang encer dan jernih, serta tidak
mengandung
senyawa kontaminan yang dapat mengabsorpsi atau memantulkan cahaya pada panjang
gelombang di mana protein akan dianalisis. Karena diperlukan larutan jernih,
maka makanan harus mengalami sejumlah tahap preparasi sampel sebelum
dianalisis, seperti homogenisasi, ekstraksi pelarut, sentrifugasi, filtrasi,
dsb. yang dapat menyita waktu dan tenaga. Selain itu, kadang-kadang sulit untuk
secara kuantitatif mengekstraksi protein dari jenis makanan tertentu, terutama
bila makanan tersebut telah mengalami proses dimana protein menjadi agregat
atau terikat secara kovalen dengan senyawa lain. Kelemahan lain adalah, serapan
tergantung pada jenis protein (karena protein yang berbeda mempunyai sekuens/urutan
asam amino yang berbeda pula).
Daftar pustaka :
http://rinaherowati.files.wordpress.com/2011/10/2-analisis-protein_.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_KELUARGA/197807162006042-AI_MAHMUDATUSSA%27ADAH/PROTEIN.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar