Senin, 26 November 2012

Angka Peroksida


Penentuan Angka Peroksida Minyak/Lemak
Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Dalam metoda ini minyak dilarutkan ke dalam larutan asam asetat glacial-kloroform (3:2) yang kemudian ditambahkan KI. Dalam campuran tersebut akan terjadi reaksi KI dalam suasana asam dengan peroksida yang akan membebaskan I2. Kemudian I2 yang dibebaskan selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Anwar, 1996:396). Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri, melalui
tahap-tahap sebagai berikut (Slamet Sudarmaji, 1989:123):

1. Pembuatan larutan standar natrium tiosulfat 0,01N
Ditimbang 2,5 gram Na2S2O3.5H2O dilarutkan dengan akuades, dipindahkan ke dalam labu ukur 1 liter, diencerkan dengan akuades sampai tanda. Larutan ini disimpan tertutup untuk dipakai, sebelumnya distandarisasi dengan larutan K2Cr2O7.

2. Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan K2S2O7.
Ditimbang 0,5 gram kristal K2Cr2O7 dan dimasukkan ke dalam labu ukur 1 liter kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda. Dari larutan K2Cr2O7 tersebut diambil 10 ml dengan pipet volum, dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer serta ditambahkan 3 ml HCl pekat dan 10 ml larutan KI 0,1 N. Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01N yang telah dibuat, menggunakan indikator amilum. Pada titik ekivalen warna berubah dari biru tua menjadi hijau. Standarisasi dilakukan dengan pengulangan 3 kali.

3.Pembuatan indikator amilum 1 %
Ditimbang 1 gram amilum, dilarutkan dalam 100 ml akuades dalam gelas piala. Kemudian dipanaskan di atas kompor listrik sampai mendidih dan dibiarkan mendidih sampai 3 menit. Larutan ini digunakan setelah dingin.

4. Pembuatan pelarut asam asetat glasial : kloroform dengan perbandingan 3 : 2
Untuk membuat pelarut asam asetat glasial : kloroform dengan perbandingan 3 : 2 sebanyak 1 liter, dicampurkan 600 ml asam asetat glasial dengan 400 ml kloroform dalam botol berwarna gelap.

5. Penentuan angka peroksida
Ditimbang minyak sebanyak (5,00 + 0,05) gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer serta ditambahkan 30 ml pelarut asam asetat glasial : kloroform (3 :2), dikocok sampai minyak larut. Setelah minyak larut ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh dan ditutup rapat sambil dikocok. Kemudian didiamkan 1-2 menit, selanjutnya ditambahkan 30 ml akuades. Campuran tersebut kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 yang telah distandarisasi sampai warna kuning hampir hilang. Kemudian ditambah 0,5 ml indikator amilum 1 %. Titrasi dilanjutkan sampai titik ekivalen yaitu tepat saat warna biru hilang. Volum titran dicatat. Dengan cara yang sama dibuat juga titrasi larutan blangko.
Rumus perhitungan angka peroksida dalam minyak adalah sebagai berikut:

Angka peroksida = (a-b) x N x 1000/G

Keterangan :
Angka peroksida dinyatakan dalam milligram ekivalen per 1000 gram minyak.
a = jumlah ml larutan natrium tiosulfat untuk titrasi sampel
b = jumlah ml larutan natrium tiosulfat untuk titrasi blangko
N = normalitas larutan natrium tiosulfat setelah distandarisasi
G = masa minyak dalam gram.



Daftar pustaka :

Selasa, 13 November 2012

ZAT PEWARNA


A.    Defenisi Zat pewarna
Zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penambahan pewarna pada makanan dimaksud untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau memucat selama proses pengolahan atau memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik (Noviana, 2005).
Beberapa alasan utama penambahan zat pewarna pada makanan, yaitu (Syah, 2005) :
1. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau temperatur yang ekstrim akibat poses pengolahan dan penyimpanan.
2. Memperbaiki variasi alami warna. Produk pangan yang ”salah warna” akan di asosiasikan denagn kualitas rendah. Jeruk yang matang di pohon misalnya, sering disemprot pewarna Citrus Red No 2 untuk memperbaiki warnanya yang hijau atau oranye kecoklatan. Tujuan penambahan warna untuk menutupi kualitas yang buruk sebetulnya tidak bisa diterima apalagi menggunakan pewarna yang berbahaya.
3. Membuat identitas produk pangan. Seperti : identitas es krim strawberi adalah merah.
4. Menarik minat konsumen dengan pilihan warna yang menyenangkan.
5. Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selama produk di simpan.
B.     Bahan Pewarna Makanan
Secara sistematis, bahan pewarna makanan dapat digolongkan dalam tiga kelompok : bahan kondensat batubara (coal-tar), bahan tumbuhan dan bahan mineral.
a. Bahan Kondensat Batubara
Bahan pewarna ini didapat dari hasil kondensasi proses distalasi batubara. hasil kondensat batubara ini umumnya terdiri dari bahan hidrokarbon, fenol, bahan dasar lain (piridin) dan karbon bebas. bahan pewarna yang diperoleh dari bahan batubara ini dapat termasuk yang larut dalam air (bersifat asam atau basa) atau dapat larut dalam minyak. contoh warna kondensat batubara yang larut dalam air.
1. Merah : Ponceau 4R, Carmoisine, Fast Red E, Amarant, Erythrosine BS
2. Kuning : Sunset Yellow FCF, Tatrazine
3. Biru : Indigo Carmine
b. Bahan Pewarna Tumbuhan
Bahan pewarna yang didapat dari akar, buah atau batang tanaman, termasuk annato (warna kuning coklat yang diambil dari biji tanaman Bixa orrelana), caramel (coklat), khlorofil (hijau), cochineal, saffaron, turmeric dan masih banyak lagi yang lain.
Macam – Macam Zat Pewarna
Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan yaitu :
1. Pewarna Alami
Pewarna alami merupakan warna yang diperoleh dari bahan alami, baik nabati, hewani ataupun mineral. Secara kuantitas, dibutuhkan zat pewarna alami yang lebih banyak daripada zat pewarna sintetis untuk menghasilkan tingkat pewarnaan yang sama. Pada kondisi tersebut, dapat terjadi perubahan yang tidak terduga pada tekstur dan aroma makanan. Zat pewarna alami juga menghasilkan karakteristik warna yang lebih pudar dan kurang stabil bila dibandingkan dengan zat pewarna sintetis. Oleh karena itu zat ini tidak dapat digunakan sesering zat pewarna sintetis.
Beberapa pewarna alami yang telah banyak dikenal masyarakat misalnya adalah daun suji untuk membuat warna hijau, kunyit untuk warna kuning, daun jati untuk warna merah, dan gula merah untuk warna coklat. Zat pewarna alami ini lebih aman digunakan daripada zat pewarna sintetis. Pewarna alami yang sering digunakan sebagai pewarna makanan adalah sebagai berikut :
a. Antosianin, pewarna ini memberikan pengaruh warna oranye, merah dan biru. Warna ini secara alami tedapat pada buah anggur, strawberry, apel, dan bunga. Betasianin dan Betaxantin, termasuk pewarna nabati yang diperoleh dari marga tanaman centrospermae, diantaranya bit dan bougenvil yang memberikan tampilan warna kuning dan merah.
b. Karotenoid, dapat memberi warna kuning, merah dan oranye.
c. Klorofil, zat warna hijau yang terdapat dalam daun, permukaan batang tanaman, dan kulit buah-buahan.
d. Karamel, adalah cairan atau serbuk berwarna coklat gelap yang diperoleh dari pemanasan karbohidrat secara terkontrol yaitu dektrosa, laktosa, sirup malt.
e. Kurkumin, merupakan zat warna alami yang diperoleh dari tanaman kunyit.


2. Pewarna Buatan (Sintetis)
        Zat pewarna sintetis merupakan zat pewarna buatan manusia. Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memiliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Disamping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan zat pewarna alami.
Pewarna sintetis merupakan sumber utama pewarna komersial untuk hampir seluruh industri makanan utama. Karena sifat pewarna sintetis mendasari sifat kelarutannya dalam air, maka sangatlah mutlak diperlukan untuk mewarnai makanan yang mengandung air. Jika kelarutannya dalam air kurang sempurna, tentu saja warna yang diinginkan tidak akan tercapai dengan baik dan menarik. Secara lebih khusus lagi, pewarna sintetik masih dibagi menjadi dua macam yaitu Dyes dan Lakes.
        Perbedaan keduanya berdasarkan bilangan-bilangan rumus kimianya, yaitu kelompok azo, triarilmetana, quinolin dan lain–lain.
Dyes adalah zat warna yang larut dalam air sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Biasanya diperjual-belikan dalam bentuk granula (butiran), cairan, campuran warna dan pasta. Dyes umumnya digunakan untuk mewarnai minuman berkarbonat, minuman ringan, roti, dan kue-kue produk susu, pembungkus sosis dan lain-lain. Zat warna ini stabil untuk berbagai macam penggunaan dalam bahan pangan. Dalam bentuk kering tidak memperlihatkan adanya kerusakan.
        Sedangkan Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui pengendapan dari penyerapan dye pada bahan dasar. Produk-produk makanan yang kadar airnya terlalu rendah untuk dapat melarutkan dye biasanya menggunakan lakes, misalnya untuk pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat. Dibandingkan dengan dyes, maka lakes pada umumnya bersifat lebih stabil terhadap cahaya, kimia dan panas sehinga harga lakes umumnya lebih mahal daripada harga dyes.
        Zat pewarna yang diizinkan penggunaanya dalam makanan dikenal sebagai permitted color atau certified color. Untuk penggunaan zat warna tersebut harus menjalani tes dan prosedur penggunaan yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut (Yuliarti, 2007)

Daftar pustaka :
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25060/4/Chapter II.pdf