Apa yang disebut dengan gula
reduksi?
Gula reduksi adalah gula yang memiliki gugus aldehid
(aldosa) atau keton (ketosa) bebas (Makfoeld dkk, 2002). Aldosa mudah
teroksidasi menjadi asam aldonat, sedangkan ketosa hanya dapat bereaksi dalam
suasana basa (Fennema, 1996).
Gula reduksi adalah
bentuk hasil dari penguraian polisakarida yang berupa glukosa dan fruktosa yang
mempunyai gugus reaktif untuk melakukan reaksi. Gugus reaktif tersebut berupa
aldehid atau keton bebas. Gula reduksi mempunyai kemampuan mereduksi CU2+ (ion
kupri) menjadi CU+ (ion kupro). Ion kupro tersebut mampu mengubah reagen
arsenomolibdat menjadi kompleks berwarna biru yang stabil (Poedjiadi, 1994).
Gula reduksi adalah
gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Sifat mereduksi ini disebabkan
adanya gugus hidroksi yang bebas dan reaktif (lehninger,1982).
Secara umum, reaksi tersebut digunakan dalam penentuan gula
secara kuantitatif. Penggunaan larutan Fehling merupakan metode pertama dalam
penentuan gula secara kuantitatif. Larutan fehling merupakan larutan alkalin
yang mengandung tembaga (II) yang mengoksidasi aldosa menjadi aldonat dan dalam
prosesnya akan tereduksi menjadi tembaga (I), yaitu Cu2O yang berwarna merah
bata dan mengendap. Maltosa dan laktosa adalah contoh gula reduksi.
Reaksi antara gugus karbonil gula pereduksi dengan gugus
amino protein disebut reaksi maillard yang menghasilkan warna coklat pada
bahan, yang dikehendaki atau malah menjadi pertanda penurunan mutu. Warna
coklat pada penggorengan ubi jalar dan singkong, serta pencoklatan pencoklatan
yang indah dari berbagai roti adalah warna yang dikehendaki (Winarno, 2002).
Dengan kata lain, dalam kimia pangan gula reduksi berkontribusi membentuk warna
coklat apabila berikatan dengan asam amino.
Sifat
mereduksi
Monosakarida dan
beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi, terutama dalam suasana
basa. Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi
karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh
adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini
tampak pada reaksi reduksi ion-ion logam misalnya ion Cu++ dan ion Ag+ yang
terdapat pada pereaksi-pereaksi tertentu (Poedjadi, 2006).
Bilamana
monosakarida seperti glukosa dan fruktosa ditambahkan ke dalam larutan luff
maupun benedict maka akan timbul endapan warna merah bata. Sedangkan sakarosa
tidak dapat menyebabkan perubahan warna. Perbedaan ini disebabkan pada
monosakarida terdapat gugus karbonil yang reduktif, sedangkan pada sakarosa
tidak.
Gugus
reduktif pada sakarosa terdapat pada atom C nomor 1 pada glukosa sedangkan pada
fruktosa pada atom C nomor 2. Jika atom-atom tersebut saling mengikat maka daya
reduksinya akan hilang, seperti apa yang terjadi pada sakarosa. Larutan yang
dipergunakan untuk menguji daya mereduksi suatu disakarida adalah larutan
benedict. Unsur atau ion yang penting yang terdapat pada larutan tersebut
adalah Cu2+ yang berwarna biru. Gula reduksi akan mengubah atau mereduksi ion
Cu2+ menjadi Cu+ (Cu2O) yang mengendap dan berwarna merah bata. Zat pereduksi
itu sendiri akan berubah menjadi asam.
Perhitungan
Kadar Gula Reduksi (Sebelum Inversi)
a. Volume Na2S2O3 =
a.
b. b.
% gula reduksi (sebelum inverse) =
Keterangan :
W1 =
glukosa ,mg (yang dihasilkan dari daftar Luff Schoorl)
Fp = faktor pengenceran
W = bobot contoh (mg)
Vol. Blanko = 23,60 mL
N
Na2S2O3
=
0,1039 N
Contoh
:
Sampel
(1) pada perlakuan 1 diketahui berat sampel sebesar 2053,8 mg,volume pentiter 5
mL, maka volume Na2S2O3
Berdasarkan perhitungan kadar gula reduksi pada madu (sebelum inversi), maka :
Volume
Na2S2O3
=
Dengan
mempergunakan Tabel Luff Schoorl, maka bobot contoh diketahui
yaitu :
W
= 50,0
+ (0,3254 x 3) = 50,9762 mg
Sehingga
diperoleh nilai % gula reduksi (sebelum inversi) yaitu :
%
glukosa =
Berdasarkan
contoh perhitungan diatas, maka persentase kadar gula reduksi dapat
ditentukan
dengan hasil perhitungan persentase gula reduksi terdapat pada Tabel.
Daftar
Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar