Selasa, 23 Oktober 2012

ASAM CUKA atau ASAM ASETAT


Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka  adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C.
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.
Asidi-alkalimetri merupakan salah satu metode kimia analisa kuantitatif yang didasarkan pada prinsip titrasi asam-basa. Asidi-alkalimetri berfungsi untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan secara analisa volumetri. Titik akhir dari titrasi ini mudah dilihat dengan penambahan indikator yang sesuai. Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kadar asam Cuka (CH3COOH) dengan titrasi Asidi-Alkalimetri. Sampai pH asam cuka berubah menjadi larutan basa,untukditentukankadarnya.
           Salah satu dari empat golongan utama dalam penggolongan analisis titrimetri adalah reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri. Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut (Basset, J, 1994).
            Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar. Sedangkan larutan standar primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi. Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat seperti dibawahini:
1. Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan (sebaiknya pada suhu 110-120oC).
2. Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat diabaikan.
3. Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.
4. Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak boleh melebihi 0,01-0,02 %).
5. Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap. Sesatan titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen.
6. Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara, atau dipengaruhi oleh karbondioksida.Standar ini harus dijaga agar komposisinya tak berubah selama penyimpanan.
Natrium karbonat Na2CO3, natrium tetraborat Na2B4O7, kalium hydrogen iodat KH(IO3)2, asam klorida bertitik didih konstan merupakan zat-zat yang biasa digunakan sebagai standar primer. Sedangkan standar sekunder adalah suatu zat yang dapat digunakan untuk standarisasi yang kandungan zat aktifnya telah ditemukan dengan perbandingan terhadap suatu standar primer(Basset,J,1994).
            Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Titik (saat) mana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekuivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan,yang tak dapat di salah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator (Basset, J, 1994).

DAFTAR PUSTAKA 
http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_asetat#Penggunaan
http://laporan-kimia-analisis.blogspot.com/2011/06/laporan-resmi-praktikum-alkalimetri.html


Senin, 15 Oktober 2012

Bahan Tambahan Makanan

Food Additive (Bahan Tambahan Makanan)

Food Additive adalah senyawa (atau campuran berbagai senyawa) yang sengaja
ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan atau
penyimpanan, dan bukan merupakan bahan (Ingredient) utama. Food Additive secara umum
bertujuan untuk
(1) meningkatkan nilai gizi makanan,
(2) memperbaiki nilai sensori makanan
(3) memperpanjang umur simpan (Shelf life) makanan.
Peraturan pemakaian bahan kimia sebagai food additive telah disusun dalam food chemical codex yang dikeluarkan akademy of sciencess national research council dan telah
disetujui oleh food and drug administration (FDA). FA0 dm WHO dalam kongresnya di Roma
pada tahun 1965 menetapkan defenisi additive sebagai berikut: Food additive adalah bahan bahan yang ditambahkan secara sengaja kedalam makanan dalam jumlah yang sedikit yaitu,untuk memperbaiki nilai gizi, testnr dan wama misalnya, vitaman dan mineral dapat digunakan sebagai food additive, jika vitamin dan mineral sebelumnya sudah ada didalam makanan hanya jumlahnya perlu ditambah.
Food additive yang digunakan hams mempunyai sifat sebagai berikut: dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, tidak mengurangi zat-zat esensial didalam makanan tersebut, dapat mempertahankan dan mempaerbaiki mutu makanan dan menarik bagi konsumen, tetapi tidak merupakan penipuan. Sedangkan food additive yang tidak boleh digunakan diantaranya adalah yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : dapat merupakan
penipuan bagi konsumen, menyembunyikan kesalahan dalam teknik penanganan atau pengolahan, dapat menurunkan nilai gizi makanan atau jika tujuan dari penambahan food additive dalam makanan masih dapat digantikan oleh perlakuan yang lebih praktis dan ekonomis Macam-macam food additive dibagi menjadi 12 macam olehfood protektion commife berdasarkan tujuan atau kegunaannya, yaitu : bahan pengawet berguna untuk mempertahankan makanan terhadap seranggd kontaminasi bakteri, ragi atau kapang. Antioksidan berguna untu mencegah oksidasi lemak. Sequestraht berguna untuk mengikat logam. Emulsifier berguna untuk pengontrol. Bleaching berguna sebagai pemutih. Btfffer beregma sebagai pengstabil pH makanan dengan pH yang diingini. Zat pewama berguna untuk memberikan wama pada makanan dan minuman. Swetener berguna sebagai pemanis buatan. Nutrient szcpplemenf berguna sebagai bahan tambahan untuk menambah nilai gizi yang telah ada didalam makanan tersebut. Flovaring agenf diperoleh dari alam atau dibuat secara sintetik dan lain-lain.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 235/MenkesPerNi/1979 tanggal 19 Juni 1979 mengelompokkan food additive menurut fungsinya, yaitu:
(1) antioksidan dan antioksidan sinergis
(2) anti kumpal
(3) pengasaman, penetral dan pendapar
(4) enzim
(5) pemanis buatan
(6) pemutih dan pematang
(7) penambah gizi
(8) pengawet
(9) pengemulsi, pemantap dan pengental
(10) pengeras
(1 1) pewarna dan sintetik
(12) penyedap rasa dan aroma,
(13) sekuestren
(14) bahan tambahan lain.

Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran.
Prinsip
Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.
Visualisasi
Proses berikutnya dari kromatografi lapis tipis adalah tahap visualisasi.Tahapan ini sangat penting karena diperlukan suatu keterampilan dalam memilih metode yang tepat karena harus disesuaikan dengan jenis sampel yang sedang di uji.  Salah satu yang dipakai adalah penyemprotan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin (2,2-Dihydroxyindane-1,3-dione) adalah suatu larutan yang akan digunakan untuk mendeteksi adanya gugus amina. Apabila pada sampel terdapat gugus amina maka ninhidrin akan bereaksi menjadi berwarna ungu. Biasanya padatan ninhidirn ini dilarutkan dalam larutan butanol.
Nilai Rf
Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif.Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus berikut :

Rf = Jarak yang ditempuh substansi/Jarak yang ditempuh oleh pelarut

Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis. Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda.



Daftar pustaka :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kromatografi_lapis_tipis
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/71033845.pdf

Selasa, 02 Oktober 2012

Analisa protein

1. Definisi protein
Protein (akar kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838.
Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang memiliki gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (-NH2). Dalam biokimia seringkali pengertiannya dipersempit : keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama(disebut atom C "alfa" atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam bentuk larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino mampu menjadi zwitter-ion. Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein.
Struktur asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, dari residue) atau disebut juga gugus atau rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya.
2. Fungsi Protein
Fungsi Protein Protein mempunyai bermacam-macam fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai enzim, zat pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, alat pengangkut, dan lain-lain. 
Sebagai Enzim Hampir semua reaksi biologis dipercepat atau dibantu oleh enzim. Komponen terbesar enzim adalah protein.
  • Alat Pengangkut dan Alat Penyimpan Banyak molekul dengan BM kecil serta beberapa ion dapat diangkut atau dipindahkan oleh protein-protein tertentu. Misalnya hemoglobin mengangkut eritrosit,mioglobin mengangkut oksigen dalam otot. Ion besi diangkut dalam plasma darah oleh transferin . 
  • Pengatur Pergerakan Gerakan otot terjadi karena adanya dua molekul protein yang saling bergeseran. Pergerakan flagela sperma disebabkan oleh protein. 
  • Penunjang Mekanis Kekuatan dan daya tahan robek kulit dan tulang disebabkan adanya kolagen, suatu protein berbentuk bulat panjang dan mudah membentuk serabut.
  • Pertahanan Tubuh / Imunisasi Pertahanan tubuh biasanya dalam bentuk antibodi, yaitu suatu protein khusus yang dapat mengenal dan menempel atau mengikat benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh seperti virus, bakteria, dan sel-sel asing lain. Protein ini pandai sekali membedakan benda-benda yang menjadi anggota tubuh dengan benda-benda asing. Media Perambatan Impuls Syaraf Protein yang mempunyai fungsi ini biasanya berbentuk reseptor, misalnya rodopsin, suatu protein yang bertindak sebagai reseptor penerima warna atau cahaya pada sel-sel mata. Pengendalian Pertumbuhan Protein ini bekerja sebagai reseptor (dalam bakteri) yang dapat mempengaruhi fungsi bagian-bagian DNA yang mengatur sifat dan karakter bahan. 
3. Analisa protein
    Penentuan Kadar Protein Total
3.1. Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun 1883 oleh pembuat bir bernama Johann Kjeldahl.
Makanan didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen yang dapat ditentukan
kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian dihitung dari
kadar nitrogen dalam sampel.
Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun dengan modifikasi
untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran yang lebih akurat. Metode ini masih
merupakan metode standart untuk penentuan kadar protein. Karena metode Kjeldahl tidak
menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung
kadar protein total dan kadar nitrogen.
Faktor konversi 6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein) digunakan untuk
banyak jenis makanan, namun angka ini hanya nilai rata-rata, tiap protein mempunyai faktor
konversi yang berbeda tergantung komposisi asam aminonya. Metode Kjeldahl terdiri dari
tiga langkah : digesti, netralisasi dan titrasi.
                                   
3.1.1. Prinsip
a. Digestion
Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digesti dan didigesti dengan pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai oksidator yang dapat mendigesti makanan), natrium sulfat anhidrat (untuk mempercepat tercapainya titik didih) dan katalis seperti tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium (untuk mempercepat reaksi).Digesti mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang dalam bentuk nitrat atau nitrit)menjadi amonia, sedangkan unsur oganik lain menjadi CO2 dan H2O. Gas amonia tidak
dilepaskan ke dalam larutan asam karena berada dalam bentuk ion amonium (NH4+) yang terikat dengan ion sulfat (SO42-) sehingga yang berada dalam larutan adalah :
N(makanan)       (NH4)2SO4 (1)
b. Netralisasi
Setelah proses digesti sempurna, labu digesti dihubungkan dengan labu penerima (receiving flask) melalui sebuah tabung. Larutan dalam labu digesti dibasakan dengan  penambahanNaOH, yang mengubah amonium sulfat menjadi gas amonia :
(NH4)2SO4 + 2 NaOH       2 NH3 + 2 H2O + Na2SO4 (2)
Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah keluar dari labu digesti masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat berlebih. Rendahnya pH larutan di labu penerima mengubah gas amonia menjadi ion amonium serta mengubah asam borat menjadi ion borat:
NH3 + H3BO3       NH4+ + H2BO3- (3)
c. Titrasi
Kandungan nitrogen diestimasi dengan titrasi ion amonium borat yang terbentuk dengan asam sulfat atau asam hidroklorida standar, menggunakan indikator yang sesuai untuk menentukan titik akhir titrasi.
H2BO3- + H+      H3BO3 (4)
Kadar ion hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi setara
dengan kadar nitrogen dalam sampel makanan (persamaan 3).
Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan kadar nitrogen dalam mg sampel menggunakan larutan HCl xM untuk titrasi.




Dimana vs dan vb adalah volume titrasi sampel dan blanko, 14g adalah berat molekul untuk nitrogen N. Penetapan blanko biasanya dilakukan pada saat yang sama dengan sampel untuk memperhitungkan nitrogen residual yang dapat mempengaruhi hasil analisis. Setelah kadar nitrogen ditentukan, dikonversi menjadi kadar proteind dengan faktor konversi yang sesuai :
% Protein = F x %N.
3.1.2. Keuntungan dan Kerugian
a. Keuntungan :
• Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan metode standar dibanding metode lain.
• Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini
banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.
b. Kerugian :
• Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua
nitrogen dalam makanan bersumber dari protein.
• Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan residu asam amino yang berbeda.
• Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa katalis.
• Teknik ini membutuhkan waktu lama.
4.2. Metode Dumas Termodifikasi
Akhir-akhir ini, teknik instrumen otomastis telah berkembang dengan kemampuan penentuan kadar protein dalam sampel dengan cepat. Teknik ini berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Dumas lebih dari 1,5 abad yang lalu, dan mulai berkompetisi dengan metode Kjeldahl sebagai metode standart penentuan kadar protein karena lebih cepat.

4.2.1. Prinsip Umum
Sampel dengan massa tertentu dipanaskan dalam tangas pada suhu tinggi (sekitar 900 oC) dengan adanya oksigen. Cara ini akan melepaskan CO2, H2O dan N2. Gas CO2 dan H2O dipisahkan dengan melewatkan gas pada kolom khusus untuk menyerapnya. Kandungan nitrogen kemudian dihitung dengan melewatkan sisa gas melalui kolom dengan detector konduktivitas termal pada ujungnya. Kolom ini akan membantu memisahkan nitrogen dari sisa CO2 dan H2O. Alat dikalibrasi dengan senyawa analis yang murni dan telah diketahui jumlah nitrogennya, seperti EDTA (= 9,59 %N). Dengan demikian sinyal dari detektor dapat dikonversi menjadi kadar nitrogen. Dengan metode Kjeldahl diperlukan konversi nitrogen dalam sampel menjadi kadar protein, tergantung susunan asam amino protein.
4.2.2. Keuntungan dan kerugian
a. Keuntungan :
• Jauh lebih cepat dari pada metode Kjeldahl (di bawah 4 menit per pengukuran,
dibandingkan dengan 1-2 jam pada Kjeldahl).
• Metode ini tidak menggunakan senyawa kimia atau katalis toksik.
• Banyak sampel dapat diukur secara otomatis.
• Mudah digunakan.
b. Kerugian :
• Mahal.
• Tidak memberikan ukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua nitrogen dalam
makanan berasal dari protein.
• Protein yang berbeda membutuhkan faktor koreksi yang berbeda karena susunan asam amino yang berbeda.
• Ukuran sampel yang kecil menyulitkan mendapatkan sampel yang representatif.
5.3. Metode Spektroskopi UV-visible
Sejumlah metode telah ditemukan untuk pengukuran kadar protein berdasarkan spektroskopi
UV-visible. Metode ini berdasarkan kemampuan protein menyerap (atau membaurkan)
cahaya di daerah UV-visible. Atau secara kimiawi atau fisik memodifikasi protein untuk
membuatnya menyerap (atau membaurkan) cahaya di daerah UV-visible. Prinsip dasar di balik masing-masing uji ini serupa.
Pertama-tama, semua serapan kurva kalibrasi (atau turbiditas) vs kadar protein disiapkan menggunakan satu seri larutan protein yang sudah diketahui kadarnya. Serapan (atau turbiditas) larutan yang dianalisis kemudan diukur pada panjang gelombang yang sama, dan kadar protein ditentukan dari kurva kalibrasi. Perbedaan utama pengujian ini adalah gugus fungsi yang berperan untuk absorbsi atau pembiasan radiasi elektromagnetik, misalnya ikatan peptida, rantai samping aromatis, gugus inti dan agregat protein.
Sejumlah metode UV-visibe untuk penetapan kadar protein sebagi berikut :
5.3.1. Prinsip
a. Pengukuran langsung pada 280nm.
Tryptophan dan tyrosine mengabsorbsi kuat cahaya uv pada 280 nm. Kandungan tryptophan dan tyrosine berbagai protein umumnya konstan sehingga serapan larutan protein pada 280 nm dapat digunakan untuk menentukan kadarnya.
Keuntungan metode ini karena sederhana untuk dilakukan, non-destruktif, dan tidak
dibutuhkan reagen khusus.
Kerugian utama : asam nukleat juga mengabsorbi kuat pada 280 nm dan sehingga
mengganggu pengukuran protein jika ada dalam kadar yang bermakna. Namun demikian, metode ini telah berkembang untuk mengatasi masalah ini, antara lain :
dengan pengukuran serapan pada dua panjang gelombang yang berbeda.
b. Metode Biuret
Warna violet akan terbentuk bila ion cupri (Cu2+) berinteraksi dengan ikatan peptide dalam suasana basa. Reagen biuret, yang mengandung semua bahan kimia yang diperlukan untuk analisis sudah tersedia di pasaran. Reagen ini dicampurkan dengan larutan protein, didiamkan 15-30 menit, kemudian diukur serapannya pada 540 nm.
Keuntungan utama dari teknik ini adalah tidak adanya gangguan dari senyawa yang
menyerap pada panjang gelombang yang lebih rendah. Teknik ini kurang sensitive terhadap jenis protein karena absorpsi yang terjadi melibatkan ikatan peptida yang ada di semua protein, bukan pada gugus samping spesifik.
c. Metode Lowry
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin Ciocalteauphenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm, tergantung sensitivitas yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar di sekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah. Metode ini lebih sensitif untuk protein dengan konsentrasi rendah dibanding metode biuret.
d. Metode pengikatan pewarna
Pewarna dengan muatan negatif (anionik) ditambahkan dalam jumlah berlebih pada larutan protein yang pH nya telah disesuaikan sehingga protein menjadi bermuatan positif (misalnya dibuat di bawah titik isoelektrik). Protein membentuk kompleks tak larut dengan pewarna karena interaksi elektrostatik antar molekul, tapi masih tersisa pewarna tak terikat yang larut. Pewarna anionik berikatan dengan gugus kationik dari residu asam amino basa (histidine, arganine dan lysine) dan pada gugus asam amino bebas di ujung. Jumlah pewarna tak terikat yang tersisa setelah kompleks protein-pewarna dipisahkan (misalnya dengan sentrifugasi) ditentukan dengan pengukuran serapan. Jumlah protein yang ada di larutan awal berhubungan dengan jumlah pewarna yang terikat :
[Pewarnaterikat] = [Pewarnaawal] - [Pewarnabebas]

e. Metode Turbimetri
Molekul protein yang umumnya laruta dapat dibuat mengendap dengan penambahan senyawa kimia tertentu, seperti asam trikloroasetat. Pengendapan protein menyebabkan larutan menjadi keruh, sehingga konsentrasi protein dapat ditentukan dengan mengukur derajat kekeruhan (turbiditas).
5.3.2. Keuntungan dan kerugian
Keuntungan :
Teknik UV-visible merupakan teknik yang cepat dan sederhana, serta sensitif terhadap
protein dengan konsentrasi rendah.
Kerugian :
Sebagian besar teknik UV-visible memerlukan larutan yang encer dan jernih, serta tidak
mengandung senyawa kontaminan yang dapat mengabsorpsi atau memantulkan cahaya pada panjang gelombang di mana protein akan dianalisis. Karena diperlukan larutan jernih, maka makanan harus mengalami sejumlah tahap preparasi sampel sebelum dianalisis, seperti homogenisasi, ekstraksi pelarut, sentrifugasi, filtrasi, dsb. yang dapat menyita waktu dan tenaga. Selain itu, kadang-kadang sulit untuk secara kuantitatif mengekstraksi protein dari jenis makanan tertentu, terutama bila makanan tersebut telah mengalami proses dimana protein menjadi agregat atau terikat secara kovalen dengan senyawa lain. Kelemahan lain adalah, serapan tergantung pada jenis protein (karena protein yang berbeda mempunyai sekuens/urutan asam amino yang berbeda pula).


Daftar pustaka :
http://rinaherowati.files.wordpress.com/2011/10/2-analisis-protein_.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_KELUARGA/197807162006042-AI_MAHMUDATUSSA%27ADAH/PROTEIN.pdf