Rabu, 26 September 2012

Minyak dan Lemak


1. Pendahuluan
Lemak merupakan salah satu kandungan utama dalam makanan, dan penting dalam diet karena beberapa alasan. Lemak merupakan salah satu sumber utama energi dan mengandung lemak esensial. Namun konsumsi lemak berlebihan dapat merugikan kesehatan, misalnya kolesterol dan lemak jenuh. Dalam berbagai makanan, komponen lemak memegang peranan penting yang menentukan karakteristik fisik keseluruhan, seperti aroma, tekstur, rasa dan penampilan. Karena itu sulit untuk menjadikan makanan tertentu menjadi rendah lemak (low fat), karena jika lemak dihilangkan, salah satu karakteristik fisik menjadi hilang. Lemak juga merupakan target untuk oksidasi, yang menyebabkan pembentukan rasa tak enak dan produk menjadi berbahaya.Analisis lemak dalam makanan meliputi :
• Kadar lemak total
• Jenis lemak yang ada
• Sifat fisikokima lemak, seperti kristalisasi, titik leleh, titik asap, rheologi, densitas dan warna
• Struktur lemak dalam makanan

2. Sifat Lemak dalam Makanan
Lemak biasanya dinyatakan sebagai komponen yang larut dalam pelarut organik (seperti eter, heksan atau kloroform), tapi tidak larut dalam air. Senyawa yang termasuk golongan ini meliputi triasilgliserol, diasilgliserol, monoasilgliserol, asam lemak bebas, fosfolipid, sterol, karotenoid dan vitamin A dan D. Fraksi lemak sendiri mengandung campuran kompleks dari berbagai jenis molekul. Namun triasilgliserol merupakan komponen utama sebagian besar makanan, jumlahnya berkisar 90-99% dari total lemak yang ada.Triasilgliserol merupakan ester dari tiga asam lemak dan sebuah molekul gliserol. Asam lemak yang ditemukan di makanan bervariasi panjang rantainya, derajat ketidakjenuhannya dan posisinya pada molekul gliserol. Akibatnya fraksi triasilgliserol sendiri mengandung campuran kompleks dari berbagai jenis molekul yang berbeda. Masing-masing jenis lemak mempunyai profil lemak yang berbeda yang menentukan sifat fisikokimia dan nutrisinya.Istilah lemak, minyak dan lipid sering digunakan secara berbeda oleh ahli makanan.
Umumnya yang dimaksud lemak adalah lipid yang padat, sedangkan minyak adalah lipid yang cair pada suhu tertentu. 

3. Pemilihan dan Persiapan Sampel
Validitas hasil analisis tergantung sampling yang baik dan persiapan sampel sebelum dilakukan analisis. Idealnya komposisi sampel yang dianalisis harus mendekati sama dengan kondisi makanan saat sampel diambil. Preparasi sampel pada analisis lemak tergantung pada jenis makanan yang dianalisis (contoh daging, susu, kue dan krim), sifat komponen lemak (seperti volatilitas, peluang oksidasi, kondisi fisik) dan jenis prosedur analisis yang digunakan (seperti ekstraksi solven, ekstraksi non-solven, instrumentasi). Untuk menentukan prosedur preparasi sampel, perlu diketahui struktur fisik dan lokasi lemak penting dalam
makanan. Umumnya preparasi sampel harus ilakukan dalam lingkungan yang meminimalkan perubahan spesifik terhadap lemak. Jika oksidasi menjadi masalah, penting untuk melakukan preparasi sampel dalam atmosfer nitrogen, temperatur rendah, minim cahaya atau dengan penambahan antioksidan. Bila kandungan lemak padat atau struktur kristal penting, perlu dilakukan kontrol suhu dan penanganan sampel secara khusus.

4. Penentuan Kadar Lemak Total

4.1. Pendahuluan
Kadar lemak total dalam makanan perlu ditentukan karena:
• Faktor ekonomi
• Aspek legal (mematuhi standar/aturan pelabelan nutrisi)
• Aspek kesehatan (perkembangan makanan rendah lemak)
• Aspek kualitas (sifat makanan tergantung kadar lemak total)
• Faktor proses (kondisi proses tergantung kadar lemak total)
Karakteristik fisikokimia utama dari lemak yang digunakan untuk membedakan lemak dari komponen lain dalam makanan adalah kelarutannya dalam pelarut organik, ketidaktercampuran dengan air, karakteristik fisik (densitas yang rendah dan sifat spektroskopik. Teknik analisis berdasarkan ketiga karakter di atas diklasifikasikan menjadi :
(i) ekstraksi solven
(ii) ekstraksi non-solven
(iii) metode instrumental
4.2. Ekstraksi Solven
Fakta bahwa lemak larut dalam air, tapi tidak larut dalam air, membuat pemisahan lemak dari komponen makanan lain yang larut air seperti protein, karbohidrat dan mineral, menjadi mudah. Teknik ekstraksi solven merupakan metode yang paling sering digunakan untuk isolasi lemak dan menentukan kandungan lemak dalam makanan.
Preparasi Sampel
Preparasi sampel untuk ektraksi solven biasanya meliputi beberapa tahap:
• Pengeringan sampel. Sampel perlu dikeringkan sebelum ekstraksi solven, karena beberapa pelarut organik tidak bisa berpenetrasi dengan baik bila ada air dalam sampel makanan, sehingga ekstraksi menjadi tidak efisien.
• Pengecilan ukuran partikel. Sampel kering biasanya perlu dihaluskan sebelum ekstraksi solven untuk menghasilkan sampel yang homogen dan meningkatkan luas permukaan lemak. Penghalusan sering dilakukan pada suhu rendah untuk mengurangi oksidasi lemak.
• Hidrolisis asam. Beberapa jenis makanan mengandung lemak yang membentuk kompleks dengan protein (lipoprotein) atau polisakarida (glikolipid). Untuk menentukan kadar senyawa ini, perlu dilakukan pemutusan ikatan antara lemak dan komponen non-lemak sebelum ekstraksi solven. Hidrolisis asam umumnya dilakukan untuk melepaskan lemak terikat sehingga lebih mudah terekstraks, misalnya dengan mendigesti sampel selama 1 jam dengan HCl 3N.
• Pemilihan solven. Solven ideal untuk ekstraksi lemak harus mampu secara sempurna mengesktraksi semua komponen lemak dari makanan, dan meninggalkan komponen selain lemak. Efisiensi solven tergantung polaritas lemak yang ada. Lemak polar (seperti glikolipid atau fosfolipid) lebih mudah larut dalam solven yang lebih polar (alkohol) dari pada dalam solven non-polar (seperti heksan). Sebaliknya lemak nonpolar
(seperti triasilgliserol) lebih mudah larut dalam solven non-polar dibanding dalam solven polar. Fakta bahwa lemak yang berbeda mempunyai polaritas yang berbeda menyebabkan tidak mungkin menggunakan pelarut organik tunggal untuk mengesktraksi semuanya. Sehingga penentuan kandungan lemak total menggunakan
ekstraksi solven tergantung pada pelarut organik yang digunakan untuk ekstraksi. Selain pertimbangan di atas, solven juga harus murah, mempunyai titik didih rendah (sehingga mudah dipisahkan dengan evaporasi), non-toksik dan tidak mudah terbakar. Pelarut yang biasa digunakan untuk penentuan kadar lemak total dalam makanan adalah etil eter, petroleum eter, pentan dan heksan.
Macam-macam Ekstraksi Solven :
a. Batch Solvent Extraction
Metode ini dilakukan dengan mencampur sampel dan solven dalam wadah yang sesuai (misalnya corong pisah). Wadah dikocok kuat, solven organik dan fase air dipisahkan (oleh gravitasi atau dengan sentrifugasi). Fase air dihilangkan, dan konsentrasi lemak ditentukan dengan menguapkan solven dan mengukur massa lemak yang tersisa. % lemak = 100 x (berat lemak / berat sampel)
Prosedur ini harus diulang beberapa kali untuk meningkatkan efisiensi proses ekstraksi. Fase air diekstraksi kembali dengan solven baru, kemudian semua fraksi solven dikumpulkan dan kadar lemak ditentukan dengan penimbangan setelah solven diuapkan.
b. Semi-Continuous Solvent Extraction
Alat yang paling sering digunakan dalam metode ini adalah soxhlet, dimana efisiensi ekstraksi lebih baik dari pada metode Batch Solvent Extraction. Sampel dikeringkan, dihaluskan dan diletakkan dalam thimble berpori. Thimble diletakkan dalam alat soxhlet yang dihubungkan dengan kondensor. Labu soxhlet dipanaskan, solven menguap, terkondensasi dan masuk ke bejana ekstraksi yang berisi sampel, dan mengesktraksi sampel. Lemak tertinggal di labu karena perbedaan titik didih. Pada akhir ekstraksi, solven diupakan dan massa lemak yang tersisa ditimbang.


Prosedur :
1. Timbang kurang lebih 2 g sampel, masukkan dalam timble ekstraksi.
2. Timbang labu ekstraksi yang telah dikeringkan.
3. Masukkan eter anhidrat dalam labu didih (labu ekstraksi).
4. Rangkai alat : labu didih, labu soxhlet, kondensor.
5. Lakukan ekstraksi dengan kecepatan tetesan solven dari kondensor 5-6 tetes per detik selama 4 jam.
6. Keringkan labu didih yang berisi ekstrak lemak di oven pada 100?C selama 30 min, dinginkan di desikator dan timbang.
% lemak = 100 x (berat lemak / berat sampel)
c. Continuous Solvent Extraction
Metode Goldfish merupakan metode yang mirip dengan metode Soxhlet kecuali labu ekstraksinya dirancang sehingga solven hanya melewati sampel, bukan merendam sampel. Hal ini mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi, tapi dengan kerugian bisa terjadi “saluran solven” dimana solven akan melewati jalur tertentu dalam sampel sehingga ekstraksi menjadi tidak efisien. Masalah ini tidak terjadi pada metode Soxhlet, karena sampel terendam dalam solven.
d. Accelerated Solvent Extraction
Efisiensi ekstraksi solven dapat ditingkatkan dengan melakukannya pada suhu dan tekanan tinggi. Efektivitas solven untuk ekstraksi lemak dari sampel makanan meningkat dengan peningkatan temperatur, namun tekanan juga harus ditingkatkan untuk menjaga solven tetap dalam keadaan cair. Hal ini akan mengurangi jumlah pelarut yang dibutuhkan sehingga menguntungan dari sisi lingkungan. Sudah tersedia instrumen untuk ekstraksi lemak pada suhu dan tekanan tinggi.
e. Supercritical Fluid Extraction
Ekstraksi solven dapat dilakukan dengan alat khusus menggunakan CO2 superkritik sebagi pelarut, yang sangat ramah lingkungan karena tidak menggunakan pelarut organik. Bila CO2 ditekan dan dipanaskan di atas temperatur kritis tertentu, akan menjadi cairan superkritik, yang mempunyai karakteristik gas maupun cairan. Karena CO2 berbentuk gas maka mudah berpenetrasi ke dalam sampel dan mengekstraksi lemak, dan karena juga berbentuk cair maka CO2 dapat melarutkan sejumlah besar lemak (terutama pada tekanan tinggi).Prinsip dari alat ini adalah, sampel makanan dipanaskan dalam bejana bertekanan tinggi kemudian dicampur dengan cairan CO2 superkritik. CO2 mengekstraksi lemak dan membentuk lapisan solven terpisah dari komponen air. Tekanan dan suhu solven kemudian diturunkan menyebabkan CO2 berubah menjadi gas, sehingga menyisakan fraksi lemak. Kandungan lemak dalam makanan dihitung dengan menimbang lemak yang terekstraksi, dibandingkan dengan berat sampel.
  

daftar pustaka 
http://rinaherowati.files.wordpress.com/2011/11/3-analisis-lemak.pdf


Senin, 10 September 2012

Gula Reduksi


Apa yang disebut dengan gula reduksi?

Gula reduksi adalah gula yang memiliki gugus aldehid (aldosa) atau keton (ketosa) bebas (Makfoeld dkk, 2002). Aldosa mudah teroksidasi menjadi asam aldonat, sedangkan ketosa hanya dapat bereaksi dalam suasana basa (Fennema, 1996).
Gula reduksi adalah bentuk hasil dari penguraian polisakarida yang berupa glukosa dan fruktosa yang mempunyai gugus reaktif untuk melakukan reaksi. Gugus reaktif tersebut berupa aldehid atau keton bebas. Gula reduksi mempunyai kemampuan mereduksi CU2+ (ion kupri) menjadi CU+ (ion kupro). Ion kupro tersebut mampu mengubah reagen arsenomolibdat menjadi kompleks berwarna biru yang stabil (Poedjiadi, 1994).
Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Sifat mereduksi ini disebabkan adanya gugus hidroksi yang bebas dan reaktif (lehninger,1982).
Secara umum, reaksi tersebut digunakan dalam penentuan gula secara kuantitatif. Penggunaan larutan Fehling merupakan metode pertama dalam penentuan gula secara kuantitatif. Larutan fehling merupakan larutan alkalin yang mengandung tembaga (II) yang mengoksidasi aldosa menjadi aldonat dan dalam prosesnya akan tereduksi menjadi tembaga (I), yaitu Cu2O yang berwarna merah bata dan mengendap. Maltosa dan laktosa adalah contoh gula reduksi.
Reaksi antara gugus karbonil gula pereduksi dengan gugus amino protein disebut reaksi maillard yang menghasilkan warna coklat pada bahan, yang dikehendaki atau malah menjadi pertanda penurunan mutu. Warna coklat pada penggorengan ubi jalar dan singkong, serta pencoklatan pencoklatan yang indah dari berbagai roti adalah warna yang dikehendaki (Winarno, 2002). Dengan kata lain, dalam kimia pangan gula reduksi berkontribusi membentuk warna coklat apabila berikatan dengan asam amino.

Sifat mereduksi
Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi, terutama dalam suasana basa. Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini tampak pada reaksi reduksi ion-ion logam misalnya ion Cu++ dan ion Ag+ yang terdapat pada pereaksi-pereaksi tertentu (Poedjadi, 2006).
Bilamana monosakarida seperti glukosa dan fruktosa ditambahkan ke dalam larutan luff maupun benedict maka akan timbul endapan warna merah bata. Sedangkan sakarosa tidak dapat menyebabkan perubahan warna. Perbedaan ini disebabkan pada monosakarida terdapat gugus karbonil yang reduktif, sedangkan pada sakarosa tidak.
Gugus reduktif pada sakarosa terdapat pada atom C nomor 1 pada glukosa sedangkan pada fruktosa pada atom C nomor 2. Jika atom-atom tersebut saling mengikat maka daya reduksinya akan hilang, seperti apa yang terjadi pada sakarosa. Larutan yang dipergunakan untuk menguji daya mereduksi suatu disakarida adalah larutan benedict. Unsur atau ion yang penting yang terdapat pada larutan tersebut adalah Cu2+ yang berwarna biru. Gula reduksi akan mengubah atau mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ (Cu2O) yang mengendap dan berwarna merah bata. Zat pereduksi itu sendiri akan berubah menjadi asam.

Perhitungan Kadar Gula Reduksi (Sebelum Inversi)
a. Volume Na2S2O3 = 
a.      
 


b.     b.  % gula reduksi (sebelum inverse) = 
     
 


Keterangan :
W1 = glukosa ,mg (yang dihasilkan dari daftar Luff Schoorl)
Fp = faktor pengenceran
W = bobot contoh (mg)
Vol. Blanko = 23,60 mL
N Na2S2O3 = 0,1039 N

 Contoh :
Sampel (1) pada perlakuan 1 diketahui berat sampel sebesar 2053,8 mg,volume pentiter 5 mL, maka volume Na2S2O3 Berdasarkan perhitungan kadar gula reduksi pada madu (sebelum inversi), maka :

Volume Na2S2O3 =  




Dengan mempergunakan Tabel Luff Schoorl, maka bobot contoh diketahui yaitu :
W = 50,0 + (0,3254 x 3) = 50,9762 mg
Sehingga diperoleh nilai % gula reduksi (sebelum inversi) yaitu :

 % glukosa =  

 

Berdasarkan contoh perhitungan diatas, maka persentase kadar gula reduksi dapat
ditentukan dengan hasil perhitungan persentase gula reduksi terdapat pada Tabel.

Daftar Pustaka :