A.
Defenisi
Zat pewarna
Zat pewarna adalah bahan tambahan
makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penambahan
pewarna pada makanan dimaksud untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau
memucat selama proses pengolahan atau memberi warna pada makanan yang tidak
berwarna agar kelihatan lebih menarik (Noviana, 2005).
Beberapa alasan utama penambahan zat
pewarna pada makanan, yaitu (Syah, 2005) :
1. Untuk
menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau temperatur yang
ekstrim akibat poses pengolahan dan penyimpanan.
2.
Memperbaiki variasi alami warna. Produk pangan yang ”salah warna” akan di
asosiasikan denagn kualitas rendah. Jeruk yang matang di pohon misalnya, sering
disemprot pewarna Citrus Red No 2 untuk memperbaiki warnanya yang hijau atau
oranye kecoklatan. Tujuan penambahan warna untuk menutupi kualitas yang buruk
sebetulnya tidak bisa diterima apalagi menggunakan pewarna yang berbahaya.
3. Membuat
identitas produk pangan. Seperti : identitas es krim strawberi adalah merah.
4. Menarik minat
konsumen dengan pilihan warna yang menyenangkan.
5. Untuk
menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selama
produk di simpan.
B.
Bahan
Pewarna Makanan
Secara
sistematis, bahan pewarna makanan dapat digolongkan dalam tiga kelompok : bahan
kondensat batubara (coal-tar), bahan tumbuhan dan bahan mineral.
a. Bahan Kondensat Batubara
Bahan pewarna ini didapat dari hasil
kondensasi proses distalasi batubara. hasil kondensat batubara ini umumnya
terdiri dari bahan hidrokarbon, fenol, bahan dasar lain (piridin) dan karbon
bebas. bahan pewarna yang diperoleh dari bahan batubara ini dapat termasuk yang
larut dalam air (bersifat asam atau basa) atau dapat larut dalam minyak. contoh
warna kondensat batubara yang larut dalam air.
1. Merah : Ponceau 4R, Carmoisine,
Fast Red E, Amarant, Erythrosine BS
2. Kuning : Sunset Yellow FCF,
Tatrazine
3. Biru : Indigo Carmine
b. Bahan
Pewarna Tumbuhan
Bahan pewarna yang didapat dari
akar, buah atau batang tanaman, termasuk annato (warna kuning coklat yang
diambil dari biji tanaman Bixa orrelana), caramel (coklat), khlorofil (hijau),
cochineal, saffaron, turmeric dan masih banyak lagi yang lain.
Macam – Macam Zat Pewarna
Secara garis besar, berdasarkan
sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan
tambahan pangan yaitu :
1. Pewarna Alami
Pewarna alami merupakan warna yang
diperoleh dari bahan alami, baik nabati, hewani ataupun mineral. Secara
kuantitas, dibutuhkan zat pewarna alami yang lebih banyak daripada zat pewarna
sintetis untuk menghasilkan tingkat pewarnaan yang sama. Pada kondisi tersebut,
dapat terjadi perubahan yang tidak terduga pada tekstur dan aroma makanan. Zat
pewarna alami juga menghasilkan karakteristik warna yang lebih pudar dan kurang
stabil bila dibandingkan dengan zat pewarna sintetis. Oleh karena itu zat ini
tidak dapat digunakan sesering zat pewarna sintetis.
Beberapa
pewarna alami yang telah banyak dikenal masyarakat misalnya adalah daun suji
untuk membuat warna hijau, kunyit untuk warna kuning, daun jati untuk warna
merah, dan gula merah untuk warna coklat. Zat pewarna alami ini lebih aman
digunakan daripada zat pewarna sintetis. Pewarna alami yang sering digunakan
sebagai pewarna makanan adalah sebagai berikut :
a. Antosianin, pewarna ini
memberikan pengaruh warna oranye, merah dan biru. Warna ini secara alami
tedapat pada buah anggur, strawberry, apel, dan bunga. Betasianin dan
Betaxantin, termasuk pewarna nabati yang diperoleh dari marga tanaman centrospermae,
diantaranya bit dan bougenvil yang memberikan tampilan warna kuning dan
merah.
b. Karotenoid, dapat memberi warna
kuning, merah dan oranye.
c. Klorofil, zat warna hijau yang
terdapat dalam daun, permukaan batang tanaman, dan kulit buah-buahan.
d. Karamel, adalah cairan atau
serbuk berwarna coklat gelap yang diperoleh dari pemanasan karbohidrat secara
terkontrol yaitu dektrosa, laktosa, sirup malt.
e. Kurkumin, merupakan zat warna
alami yang diperoleh dari tanaman kunyit.
2. Pewarna Buatan (Sintetis)
Zat
pewarna sintetis merupakan zat pewarna buatan manusia. Karakteristik dari zat
pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memiliki variasi
warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Disamping
itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan
harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan
dengan zat pewarna alami.
Pewarna sintetis merupakan sumber utama
pewarna komersial untuk hampir seluruh industri makanan utama. Karena sifat
pewarna sintetis mendasari sifat kelarutannya dalam air, maka sangatlah mutlak
diperlukan untuk mewarnai makanan yang mengandung air. Jika kelarutannya dalam
air kurang sempurna, tentu saja warna yang diinginkan tidak akan tercapai
dengan baik dan menarik. Secara lebih khusus lagi, pewarna sintetik masih
dibagi menjadi dua macam yaitu Dyes dan Lakes.
Perbedaan
keduanya berdasarkan bilangan-bilangan rumus kimianya, yaitu kelompok azo,
triarilmetana, quinolin dan lain–lain.
Dyes adalah zat warna yang larut dalam
air sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai
bahan. Biasanya diperjual-belikan dalam bentuk granula (butiran), cairan,
campuran warna dan pasta. Dyes umumnya digunakan untuk mewarnai minuman
berkarbonat, minuman ringan, roti, dan kue-kue produk susu, pembungkus sosis
dan lain-lain. Zat warna ini stabil untuk berbagai macam penggunaan dalam bahan
pangan. Dalam bentuk kering tidak memperlihatkan adanya kerusakan.
Sedangkan
Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui pengendapan dari penyerapan dye
pada bahan dasar. Produk-produk makanan yang kadar airnya terlalu rendah
untuk dapat melarutkan dye biasanya menggunakan lakes, misalnya
untuk pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat. Dibandingkan
dengan dyes, maka lakes pada umumnya bersifat lebih stabil
terhadap cahaya, kimia dan panas sehinga harga lakes umumnya lebih mahal
daripada harga dyes.
Zat
pewarna yang diizinkan penggunaanya dalam makanan dikenal sebagai permitted
color atau certified color. Untuk penggunaan zat warna tersebut
harus menjalani tes dan prosedur penggunaan yang disebut proses sertifikasi.
Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan
analisis media terhadap zat warna tersebut (Yuliarti, 2007)
Daftar pustaka :
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25060/4/Chapter
II.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar